Who's Following Me?

Minggu, 14 September 2014

Untitled

Izinkan aku menanyakan ini : “Kapan terakhir kali seseorang mengisi hatimu? Siapakah dia?”

Mungkin ini kalimat yang aneh untuk memulai suatu tulisan. Baiklah… aku akan memulainya dari awal lagi.

“Manusia mana yang terakhir kali mengisi kekosongan di hatimu?”

Tak perlu dijawab! Sungguh…. karena sejujurnya aku bertanya pada diriku sendiri.

Untukku, terakhir kali itu ada pada saat aku mengenyam bangku pendidikan tingkat atas. Siapa dia? Ah sebut saja dia Mawar Hitam. Kenapa? Karena ‘sebut saja Mawar’ sudah telalu mainstream :)


Aku bertemu dengannya saat mengikuti acara yang diselenggarakan oleh tempat ia menuntut ilmu. Dia bertindak sebagai panitia. Dan aku peserta -tentu saja- Di pertemuan pertama itu, entahlah mungkin aku merasakan apa yang mereka sebut “Love at first sight”. Ia berkumpul bersama teman-temannya, aku pun berada pada posisi yang sama. Hanya berani, saling mencuri tatap dan segera mengalihkan saat bersitatap.

Hingga acara itu pun usai, tak satu pun dari kami yang berani untuk memulai. Beberapa hari terlewati, sebuah pesan singkat mampir di inbox-ku. Darinya. Seperti sesuai dengan namanya, pesan itu benar-benar singkat. hanya berisi ucapan terimakasih atas kehadiranku di acaranya kemarin. Entah darimana ia mendapat nomor ponselku. Dan di kemudian hari aku ketahui, ia mendapatkannya dengan memohon-mohon pada seorang teman, yang ia sebut ‘penjaga registrasi’

Sejak saat itu ia menjadi sering mengirimiku pesan singkat. Mulai dari memberiku informasi penting seperti persyaratan bergabung dengan tempat ia menuntut ilmu hingga sekedar menanyakan kegiatanku hari itu. Meski pun aku merasakan sesuatu padanya, tapi pada saat-saat pertama ini aku berpura-pura tak menghiraukannya. Puluhan kata pada pesan singkatnya, hanya aku balas ‘seikhlasnya’ pun sering tak kubalas.

Kelamaan intensitas pesan singkatnya mulai menurun. Aku mengira ia lelah dan sedang berusaha menjauhiku. Tetapi kehadirannya di tempatku menuntut ilmu, merubah pemikiranku. Ia meminta kejelasan padaku –lebih tepat, ia memohon padaku agar membuka hati untuknya- Sesuatu yang tak pernah aku menyangka akan ia lakukan.

Aku melakukannya. Ralat! Tak perlu ia meminta pun aku sudah melakukannya. Bahkan sejak pertama menemuinya pun telah aku lakukan.

Beberapa bulan perjalanan kami, keretakan disana sini perlahan memecahkan. Ya… kami berpisah. Penyebab utama tentu saja perempuan lain. Dan juga jarak yang cukup memisahkan.

Berpisah dengannya melalui cara yang sama sekali tak kuharapkan sungguh menyakitkan. Walau begitu  kami berpisah secara baik-baik. Ia mengakui semua kesalahannya dan memohon kesempatan kedua yang sampai saat ini tak aku berikan. Selepas perpisahan ia masih sering menghubungi bahkan menemuiku. Awalnya aku masih menghiraukan, tetapi kelamaan aku sadar cintaku padanya masih teramat dalam. Aku pun memutuskan untuk menjauhinya.

Pelampiasan sakit hatiku jatuh kepada lelaki-lelaki yang jauh lebih dewasa dan masih berlangsung hingga kini.Entah sudah berapa lelaki dewasa yang mampir dihati, namun tak pernah satu pun aku tulus menyayangi. Hanya sekedar mendapat kesenangan yang dengan mudah mereka berikan.
Sakit hatiku semakin menjadi-jadi saat lelaki yang seharusnya menuntunku malah tak melakukan tugasnya dengan baik. Dia. Ayahku. Merindukan kehadiran sosok ayah yang sebenarnya, membuat intensitasku dengan lelaki dewasa semakin menggila

Entah berapa banyak teman yang berkomentar negatif soal kebiasaanku ini. Awalnya aku tak menggubris mereka. Dan sampai sekarang pun masih. Walaupun kadang aku berpikir “wajarkah yang aku lakukan ini?”

Seorang teman mengatakan bahwa, mungkin saat ini bukan lagi sakit hati yang mendasari kebiasaanku tetapi justru kerinduanku pada sosok ayah tersebut yang mendasarinya. Tetapi terlepas dari apapun yang mendasari, jauh didalam lubuk hati, aku memang menyukai hal ini.

4 komentar :

Terimakasih untuk yang sudah membaca atau sekedar melihat tulisan ini.

Mari budayakan memberi apresiasi pada penulis dengan berupa sebuah komentar :)