Izinkan aku menanyakan ini : “Kapan terakhir kali
seseorang mengisi hatimu? Siapakah dia?”
Mungkin ini kalimat yang aneh untuk memulai suatu
tulisan. Baiklah… aku akan memulainya dari awal lagi.
“Manusia mana yang terakhir kali mengisi kekosongan
di hatimu?”
Tak perlu dijawab! Sungguh…. karena sejujurnya aku
bertanya pada diriku sendiri.
Untukku, terakhir kali itu ada pada saat aku
mengenyam bangku pendidikan tingkat atas. Siapa dia? Ah sebut saja dia Mawar
Hitam. Kenapa? Karena ‘sebut saja Mawar’ sudah telalu mainstream :)
Aku bertemu dengannya saat mengikuti acara yang
diselenggarakan oleh tempat ia menuntut ilmu. Dia bertindak sebagai panitia.
Dan aku peserta -tentu saja- Di pertemuan pertama itu, entahlah mungkin aku
merasakan apa yang mereka sebut “Love at
first sight”. Ia berkumpul bersama teman-temannya, aku pun berada pada
posisi yang sama. Hanya berani, saling mencuri tatap dan segera mengalihkan
saat bersitatap.
Hingga acara itu pun usai, tak satu pun dari kami
yang berani untuk memulai. Beberapa hari terlewati, sebuah pesan singkat mampir
di inbox-ku. Darinya. Seperti sesuai
dengan namanya, pesan itu benar-benar singkat. hanya berisi ucapan terimakasih
atas kehadiranku di acaranya kemarin. Entah darimana ia mendapat nomor
ponselku. Dan di kemudian hari aku ketahui, ia mendapatkannya dengan
memohon-mohon pada seorang teman, yang ia sebut ‘penjaga registrasi’
Sejak saat itu ia menjadi sering mengirimiku pesan
singkat. Mulai dari memberiku informasi penting seperti persyaratan bergabung
dengan tempat ia menuntut ilmu hingga sekedar menanyakan kegiatanku hari itu.
Meski pun aku merasakan sesuatu padanya, tapi pada saat-saat pertama ini aku
berpura-pura tak menghiraukannya. Puluhan kata pada pesan singkatnya, hanya aku
balas ‘seikhlasnya’ pun sering tak kubalas.
Kelamaan intensitas pesan singkatnya mulai menurun.
Aku mengira ia lelah dan sedang berusaha menjauhiku. Tetapi kehadirannya di
tempatku menuntut ilmu, merubah pemikiranku. Ia meminta kejelasan padaku –lebih
tepat, ia memohon padaku agar membuka hati untuknya- Sesuatu yang tak pernah
aku menyangka akan ia lakukan.
Aku melakukannya. Ralat! Tak perlu ia meminta pun
aku sudah melakukannya. Bahkan sejak pertama menemuinya pun telah aku lakukan.
Beberapa bulan perjalanan kami, keretakan disana
sini perlahan memecahkan. Ya… kami berpisah. Penyebab utama tentu saja
perempuan lain. Dan juga jarak yang cukup memisahkan.
Berpisah dengannya melalui cara yang sama sekali
tak kuharapkan sungguh menyakitkan. Walau begitu kami berpisah secara baik-baik. Ia mengakui
semua kesalahannya dan memohon kesempatan kedua yang sampai saat ini tak aku
berikan. Selepas perpisahan ia masih sering menghubungi bahkan menemuiku. Awalnya
aku masih menghiraukan, tetapi kelamaan aku sadar cintaku padanya masih teramat
dalam. Aku pun memutuskan untuk menjauhinya.
Pelampiasan sakit hatiku jatuh kepada lelaki-lelaki
yang jauh lebih dewasa dan masih berlangsung hingga kini.Entah sudah berapa
lelaki dewasa yang mampir dihati, namun tak pernah satu pun aku tulus
menyayangi. Hanya sekedar mendapat kesenangan yang dengan mudah mereka berikan.
Sakit hatiku semakin menjadi-jadi saat lelaki yang
seharusnya menuntunku malah tak melakukan tugasnya dengan baik. Dia. Ayahku.
Merindukan kehadiran sosok ayah yang sebenarnya, membuat intensitasku dengan
lelaki dewasa semakin menggila
Entah berapa banyak teman yang berkomentar negatif
soal kebiasaanku ini. Awalnya aku tak menggubris mereka. Dan sampai sekarang
pun masih. Walaupun kadang aku berpikir “wajarkah yang aku lakukan ini?”
Seorang teman mengatakan bahwa, mungkin saat ini
bukan lagi sakit hati yang mendasari kebiasaanku tetapi justru kerinduanku pada
sosok ayah tersebut yang mendasarinya. Tetapi terlepas dari apapun yang
mendasari, jauh didalam lubuk hati, aku memang menyukai hal ini.
bagus tulisannya..
BalasHapusHahaha dibaca mas rezha #tutupmuka
HapusMungkin cuma karena belum menemukan yang pas :)
BalasHapuskyaaaaa dikomen kak indi :3
Hapusiya mungkin gitu kak hehe