“Menenangkan”
“Really?”
“Yeah... beberapa masalah kuselesaikan, sekarang
aku tenang”
“Lalu mengapa kau tak pergi?”
“Aku tak bisa meninggalkan mereka”
Reza menatap ke arah pintu yang
terbuka, lalu tampak seorang ibu paruh baya seraya menuntun anak perempuan di
belakangnya. Ibu tersebut menarik kursi ke samping ranjang Reza, kemudian duduk
dan memangku anak perempuan yang sedari tadi mengekorinya. Anak perempuan
tersebut memandang Reza, terpampang jelas di wajah mungilnya pilu yang sangat
mendalam.
“Pah... papa bangun dong. Lala kangen papa” ujarnya
polos seraya mengelus-elus lengan Reza.
“Itu...?” tanya Ara ragu. Entah sudah berapa kali
ia dikejutkan tentang keadaan Reza.
“Ya, dia anakku. Dan itu ibuku”
“Istrimu?”
“HIV telah merenggutnya dariku, Ra”
“Maaf” ujar Ara kikuk “Tak inginkah kamu kembali?”
“Kembali? Dan menghilangkan semua kesenangan ini?
Tidak, Ra”
“Lalu? Kamu tak bisa meninggalkan mereka, tapi juga
tak mau kembali”
“Ra, di seperempat terakhir hidupku hanya kesengsaraan yang aku terima.
HIV tidak hanya merenggut nyawa Nindy, tapi juga merenggut orang-orang
terdekatku”
“Maksudmu?”
“Mereka menjauhiku, Ra! Jika bukan karena ibu dan
Lala, sejak ruh ini keluar dari jasadku, hanya pergi yang aku inginkan! Tahukah
kamu? Sebelum ini terjadi aku sudah mencari-cari jalan menuju kematian. Tetapi
kemudian aku sadar, aku terlalu takut untuk mati! Aku belum siap. Kesalahanku
terlalu banyak”
“Kembalilah, Za! Perbaiki kesalahanmu”
“Ara, beberapa sudah kuperbaiki. Hanya sedikit
lagi, tapi ini tak mungkin aku lakukan. Memberikan keluarga yang utuh untuk
Lala. Ia masih sangat membutuhkan ibunya”
“Maka kembali, Za! Dan carikan Lala ibu”
”Ra! Perempuan mana yang mau dinikahi oleh lelaki
miskin berpenyakitan sepertiku?!”
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Terimakasih untuk yang sudah membaca atau sekedar melihat tulisan ini.
Mari budayakan memberi apresiasi pada penulis dengan berupa sebuah komentar :)