Who's Following Me?

Rabu, 26 Maret 2014

Transplantasi


Wajahku mendekati wajahnya.

Jantungku mulai berdetak cepat….

Tinggal sedikit lagi, dan bibir kami pun akan bertemu.

Jantungku semakin berdebar

Tiba tiba….

Aaaaaaaaaaaarrrrrrggggghhhhh…… rintihku seraya memegangi dada yang ntah mengapa sakit sekali ini.

“Kamu kenapaaaaaa????” tanyanya histeris.

“Jan..tung..ku…” jawabku terbata-bata, dan tiba-tiba semuanya gelap.




***
"Kerusakan yang terjadi pada jantungnya sudah sangat parah. Tak ada jalan lain. Kita harus segera melakukan transplantasi" terang dokter dihadapanku.

“Apa? Transplantasi?” tanyaku tak percaya.

“Ya, apakah anda tidak mengetahuinya?”

Aku menggelengkan kepala, pertanda tidak tau. “Lalu apakah sudah ada pendonornya?” tanyaku.
“Maafkan saya, tetapi sampai saat ini kami belum mendapatkan donor yang cocok untuknya. Tapi kami akan terus berusaha mendapatkannya. Kekasihmu sudah masuk dalam daftar utama transplantasi”

Aku terdiam lama.

“Hmm baiklah kalau begitu, Dok. Saya permisi dulu” kataku akhirnya seraya bangkit dari kursi dan keluar dari ruangan itu.

Aku berjalan menuju kamar nomor 301. Tempat kekasihku terbaring tanpa daya. Perlahan kubuka pintu, dan menghampiri ranjangnya. Kemudian aku duduk di kursi yang berada di samping ranjang tersebut. Aku menyentuh lengannya kemudian kususuri sepanjang tangannya dan kuremas jemarinya.

Aku mendekatkan bibirku ditelinganya.

“Kamu harus kuat, sebentar lagi mereka pasti akan menemukan donor yang cocok untukmu” bisikku.
Kemudian aku mengecup lembut pipinya.



***

Dikejauan tampak seorang wanita tengah menghampiri aku dan kekasihku.

Wanita itu semakin mendekati kami…

Semakin dekat…

Dan kemudian…

“Ini untuk perselingkuhanmu!” maki wanita tersebut.

Plak!!! Satu tamparan mendarat di pipi kananku. “Apa maksudmu?” tanyaku heran.

“Dan ini, untuk wanita itu!”

Plak!!! Aku menerima sebuah tamparan lagi. Kali ini di pipi kiriku.

“Mulai sekarang kita putus!” ujarnya lagi. Kemudian tanpa kata ia berlari meninggalkan kami. Namun samar aku mendengar suara tangisnya.



***

Aku membuka pintu mobil, masuk kedalamnya dan menghempaskan pintu dengan kasar. Dengan air mata yang masih berlinang, aku memaksakan diri untuk mengemudikan mobil itu. Beberapa kali penglihatanku kabur, namun aku masih dapat mengatasinya.
Entah mengapa malam ini jalanan sangat gelap. Lampu-lampu yang biasanya menyala di sisi jalan, kini padam. Aku mempelambat laju mobil ini.
Tiba-tiba dari arah berlawanan, sebuah truk gandeng berkecepatan tinggi datang dan menghantam bagian depan mobilku.

“Aaaaaarrrrggghhhh” teriakku sebelum akhirnya semua menjadi gelap.



***

“Catat waktu kematiannya”

“Baik, Dok” sahut seorang suster.

“Dan tolong tanyakan pada keluarganya, apakah dia seorang pendonor atau bukan”



***

Setelah mengecup pipinya, aku keluar dari ruangan itu dan duduk disalah satu kursi yang tersedia. Letih yang sedari tadi kurasa membuatku tertidur. Entah berapa lama aku tertidur, tiba tiba seseorang menggucang bahuku pelan.

“Mbak… bangun…” kata orang itu pelan.

“Emm…” aku mengerjap-ngerjapkan mataku dan ternyata seorang suster telah berdiri dihadapanku.

“Ada apa, sus? Apa yang terjadi dengan Edgar?” tanyaku histeris.

“Mbak… mbak tenang dulu” suster tersebut menenangkanku. “Saya akan menyampaikan kabar baik untuk mbak”

“Ya?”

“Kami telah mendapatkan donor yang cocok untuk Edgar”

“Benar, sus?” tanyaku tak percaya.

“Iya, Mbak. Kalau mbak setuju, pukul 8 nanti kami akan melakukan operasinya. Tetapi sebelum itu dokter Fatih ingin mbak berkonsultasi dulu dengan beliau”

“Hmm baiklah, kapan sus?”

Suster itu melirik jam dipergelangan tangannya. “Sekarang juga tidak apa-apa. Yuk, mari saya antar”
Aku dan suster itu berjalan menuju ruangan dokter Fatih, sesampainya disana suster tadi menyuruhku menunggu dulu seraya ia memberi kedatanganku.

10 menit kemudian, ia menyuruhku masuk ke dalam. Dokter Fatih mempersilahkanku untuk duduk dihadapannya.
“Jadi dokter telah mendapatkan donor yang tepat?” tanyaku membuka pembicaraan.

“Ya, Alhamdulillah kami telah mendapatkannya” jawab Dokter Fatih.

“Jadi kapan operasinya dapat dilakukan?” tanyaku lagi.

“Secepatnya, setelah kamu menandatangani surat ini. Semua akan langsung dipersiapkan” Dokter Fatih menyerahkan selembar surat kepadaku. “Pahami dan tandatangani, kemudian kami akan memulai operasi”

“Tapi dok, adakah resiko dari tindakan ini?” tanyaku sedikit ragu.

“Hmmm bagus kamu bertanya. Ya, kemungkinan akan ada resikonya”

“Apa itu dok?”

“Terkadang setelah mendapatkan donor organ, penerima akan memiliki sifat atau kebiasaan yang sama dengan pendonor”

“Hanya itu?”

“Ya, hanya itu. Ada juga kemungkinan penolakan organ, namun kami akan meminimalisirnya”

“Baiklah, lakukan operasi itu dok” kataku seraya menandatangani surat yang tadi diberikan Dokter Fatih.

“Terimakasih dok terimakasih” ujarku seraya bangkit dari kursi dan keluar dari ruangan itu.

Aku kembali menuju kamar nomor 301. Kubuka pintunya perlahan dan ya masih seperti tadi. Kekasihku itu masih terbaring tak berdaya di ranjangnya. Kudekati ranjang, dan duduk di kursi itu lagi.
Aku menggenggam tangannya kemudian memainkan jemarinya dengan lembut. Kudekatkan bibirku ditelinganya.

“Kamu –maksudku kita– berhasil sayang, mereka telah mendapatkan donor untukmu. Jadi aku mohon bertahanlah” bisikku, tanpa terasa air mataku mulai mengalir. Aku membelai kepalanya, dan mengecup bibirnya lembut.

“Bertahanlah sayang, untuk aku, untuk anak kita” bisikku lagi. Ya, tanpa sepengetahuannya aku dinyatakan positif hamil. Malam tadi aku bermaksud menyampaikannya. Namun petaka itu keburu datang.

***
Kekasihku telah berada didalam sana selama tiga jam, dan belum sekali pun aku mendapat kabar tentang keadaannya. Perasaanku kacau balau. Antara senang, khawatir, dan kecewa.
Senang. Karena sebentar lagi kekasihku akan terbebas dari penyakitnya.
Khawatir. Aku khawatir jika dia tidak tertolong dan anak di kandunganku ini tak akan pernah mengenal ayahnya.
Dan aku kecewa, kecewa karena tadi salah seorang dokter yang akan menangani kekasihku mengatakan ia akan mengabarkan setiap jam perkembangan operasi tersebut.
Aku lelah menanti tanpa kepastian seperti ini. Akhirnya kuberanikan diri untuk bertanya pada suster yang sedang berjaga. 10 menit kemudian, seorang dokter keluar dari ruang operasi.

“Operasinya telah selesai dan berjalan dengan lancar” ujarnya singkat.



***
Menanti. Menunggu. Apalah namanya, yang jelas aku benci melakukannya. Sudah pukul 5 sore, namun kekasihku belum juga bangun dari ‘tidurnya’. Semua dokter yang kutanyai berkata bahwa itu pengaruh dari pembiusan. Namun firasatku berkata lain. Pasti ada sesuatu dibalik ini semua. Sesuatu yang tidak beres.
Aku meremas jemarinya untuk menenangkan diriku sendiri. Tiba tiba bagai keajaiban, jemarinya bergerak. Disertai panggilan.

“Pandu…”
Aku tersentak. Jadi inikah maksud dari hal yang dikatakan Dokter Fatih tadi? Dan siapakah pendonornya? 

Sungguh tega mereka.



***

~Epilog~


“Amanda, ayo kita pergi sekarang” ujarku seraya menggendong putriku itu. Dua orang lelaki mengapitku di kanan dan kiri.

Ya… 5 tahun telah berlalu dan inilah keluargaku sekarang. Aku, Kekasihku, Amanda dan Pandu.
Hari itu, setelah kejadian ironis tersebut aku memutuskan untuk melacak kepemilikan organ di tubuh kekasihku. Dan ya ternyata organ itu milik Amanda, kekasih Pandu kala itu. Ia meninggal akibat kecelakaan.

Walaupun perpisahan sempat terlintas di benak kekasihku, tapi pada akhirnya cinta kamilah yang menang. Kekasihku tetap menikahiku dan Pandu, ia menjadi bagian dari anggota keluarga kecil kami.

2 komentar :

  1. wah keren endingnya mengejutkan . gak nyangka ternyata orang yg ditabrak adalah kekasihnya yang lama

    aku juga nulis cerpen silahkan kalau mau berkunjung :D
    http://sirajuddinabraham.wordpress.com/2014/03/23/fiksi-genggaman-hati/ thanks

    BalasHapus

Terimakasih untuk yang sudah membaca atau sekedar melihat tulisan ini.

Mari budayakan memberi apresiasi pada penulis dengan berupa sebuah komentar :)