“Seratus tiga koma delapan, er-er -ge, Radionya Remaja
Gaul!!!” terdengar jingle radio gue dari speaker,
tanda waktu siaran gue tiba.
“Hello, everybody.
Ketemu lagi sama gue, Vanya. Di Love Story at er-er-ge, Radionya Remaja Gaul” gue memulai
siaran.
“Selama satu jam
ke depan, gue bakal ngebahas topik yang udah gak asing lagi nih di lingkungan
kita. Kesetiaan! Seperti biasa, bakal ada yang curhat juga. Dan sekarang kita
udah tersambung sama penelepon pertama. Halo?”
“Ya?” jawab
cewek di seberang sana.
“Kenalin dong
nama lo!” pinta gue.
“Hmmm kalian
bisa panggil gue, Citra”
“Oke Citra, bisa
dimulai cerita lo?”
“Yap”
***
Nama
gue Citra, mahasiswi psikologi yang kata orang-orang cantik banget. Selain di
anugerahi kecantikan, gue juga dipercaya oleh Tuhan untuk mendapatkan pasangan
yang seimbang. Dave namanya. Anak psikologi juga dengan tampang yang gampang
banget bikin cewek ngiler, dan… dan… senyumnya itu lho dahsyat banget! Kami udah jadian sekitar dua taunanlah, dan
dua bulan yang lalu Dave ngelamar gue! Harusnya besok adalah hari pernikahan
kami. Namun, sekitar dua minggu yang lalu petaka itu datang.
Ini
dimulai ketika mama Dave menyuruhku untuk melakukan Check Up. Gue merasa nggak
pernah sakit apa-apa, ya jadi dengan santainya hari itu juga gue langsung
melenggang ke rumah sakit. Gue lakukan semua tes, ntahlah tes apa saja yang
dilakukan. Yang jelas banyak sekali, seperti yang diminta oleh mama Dave. Selesai
melakukan semua tes itu, gue duduk disalah satu kursi yang ada di lobby rumah
sakit ini. Seorang suster menepuk bahuku.
“Mbak
Citra ya?” tanyanya.
“Iya,
ada apa ya sus?”
“Hasil
check upnya belum bisa keluar sekarang, nanti kalau sudah keluar kami kabari”
“Oh
oke oke”
“Boleh
saya minta nomor teleponnya?”
Gue
menyebutkan sederet angka.
“Terima
kasih, nanti saya kabari ya. Mari Mbak, saya permisi dulu.
Seminggu kemudian…….
“Something
has changed within me. Something is not the same……….” Sebuah lagu klasik
terdengar dari ponselku, penanda bahwa ada panggilan masuk. Gue melihat
sepintas nomornya. Gue nggak kenal nomor itu. Penasaran membuatku ingin
menjawabnya, maka gue menekan tombol jawab.
“Selamat
siang, bisa bicara dengan Bu Citra?” suara seorang lelaki terdengar disana.
“Ya, saya
sendiri. Maaf ini dari mana ya?
“Dari rumah sakit, Bu”
“Dari rumah sakit, Bu”
“Oh
iya iya, ada apa ya Pak?”
“Saya
cuma mau kasih tau aja, kalau hasil check up Ibu sudah keluar. Nanti sore bisa
diambil, sekalian konsultasi dengan dokter”
“Oh
oke, nanti sore saya kesana”
“Baik,
Bu. Selamat siang”
“Siang”
***
Ntah
sudah berapa banyak air mata yang menetes. Ntah sudah berapa kali gue
berteriak. Ntah sudah berapa kali gue sesegukan.
“Nggak
mungkin, Dok. Gak mungkin” air mata gue mengalir ke pipi.
“Kamu
harus bisa menerimanya, Cit. Ini takdirmu. Percayalah dibalik suatu kesulitan,
pasti ada kemudahan”
“Iya,
Dok. Saya tau. Tapi kenapa gitu lho saya bisa kena? Padahal melahirkan aja
belum pernah”
“Faktor
keturunan. Ibumu dulu juga menderita
kanker rahim”
“Apa?
Ibu kena kanker rahim?”
“Lho
kamu memang tidak tau?” dokter itu sedikit heran.
Gue
menggelengkan kepala “Nggak, Dok. Saya nggak tau”
Dokter
itu tersenyum “Hmmm sekarang gini aja, kamu pulang dan istirahat, obatnya
jangan lupa diminum”
Gue
menganggukan kepala, bangkit dari kursi dan melangkah gontai menuju tempat
parkir. Melangkahkan kaki menuju mobil gue. Mungkin
ini terakhir kalinya gue bisa bawa mobil, pikirku miris.
Keesokan
harinya, gue telah melangkahkan kaki di koridor kampus. Dengan seulas senyum
palsu, gue membalas sapaan beberapa orang. Tujuanku —kelas Dave— hanya berjarak
beberapa meter lagi, namun gue menghentikan langkah. Kenapa dia harus tau? kataku dalam hati. Jadi gue mengurungkan niat untuk memberi
taunya dan berbalik menuju kelas.
***
Satnight.
Tadi Dave mengajakku pergi bersama teman-temannya. Namun, gue menolak dengan
beralasan bahwa sedang lelah. Tapi itu nggak sepenuhnya bener. Oke, gue emang
lelah banget. Dan… dan… gue lagi kepengen sendirian aja. Menikmati masa-masa
terakhir gue.
Gue
memarkirkan mobil di depan salah satu café ternama di Jakarta. Sebenernya gue
sering banget kesini sama Dave. Tapi ntah kenapa hari ini, gue pengen aja
kesini sendiri. Gue menempati salah satu meja yang berada di taman. Tanpa
memesan apa pun. Hanya merenungi kehidupanku yang tinggal sebentar lagi ini.
Gue berdo’a kepada-Nya. Gue berserah diri. Gue memejamkan mata beberapa menit.
Saat gue membuka mata, pemandangan itu terpampang dengan jelasnya. DAVE SEDANG
BERCIUMAN MESRA DENGAN SEORANG CEWEK!!! Dan gue tau banget, siapa cewek itu.
Ratih, musuh bebuyutan gue!
Gue
berjalan menghampiri mereka.
“Dave”
gue menepuk bahu Dave. Dave berbalik.
“Kok
kamu disini?” dave terlihat kaget.
“Kamu
yang ngapain disini sama tu cewek?” gue menuding Ratih.
“Ini
gak seperti yang kamu kira, Cit”
“Halah!
Udah jelas aku liat kamu cipokan sama dia!” kataku berang.
“Mulai
sekarang kita putus!” gue mendorong keras tubuh Dave. Gue berlari menuju mobil.
***
Epilog
“pacarku cintailah aku seperti aku cinta kamu
tapi kamu kok selingkuh” sebuah lagu dari Kangen Band mengakhiri uraian
panjang Citra.
“Oke,
ternyata curhatnya Citra sampe sejam kurang. Berarti cuma dia penelepon kita
malam ini. Seperti biasa, ada sebuah quotes yang akan gue berikan malam ini.
Hubungan yang dilandasi dengan kesetiaan dan keterbukaan, pada nantinya akan
berakhir dengan manis. Sementara bila sebaliknya, akan berakhir pahit”
Jingle
Radio sudah menggantikan suara gue. Gue merapihkan tas, dan turun ke lantai
satu. Tadi Rico telah mengirimkan pesan singkat, bahwa ia telah sampai. Memang
setiap gue siaran malem, pacar gue ini selalu anter gue pulang.
Gue
keluar dari pintu. Dan… dan… gue melihat Rico lagi ciuman sama Mbak Ratna,
senior gue! Sekarang gue tau, apa yang dirasain sama Citra waktu itu. Gue
menghampiri mereka. PLAK!!! Satu tamparan mendarat di wajah Rico.
“Kita
putus!” gue mengambil kunci mobil dari tangannya dan melangkah pergi.
Nyentuuh banget ceritanya, .sampe2 pengen nangis. T_T
BalasHapusmakasiiih :)
Hapusduhh si vanka udah ngomong2 soal kesetiaan nih sekarang :p
BalasHapusvanka sudah besar.
Hapusom shakti : hahaha :))
Hapussabil : tetep lebih besar kak sabil kok :p
nyentuh banget :(
BalasHapusaaaah makasih :")
Hapuscie yang ngomongin kesetia.. dulu pas jadi maba eh sekarang juga maba sihh (mahasiswa basi) dosen gue pernah cerita di depan kelas kalo ada mahasiwanya yang patah hati terus mahasiswanya cerita ke dosen gua. dia cerita kalo dia di selingkuhin pacarnya. gak tau kejadiannya gimana pokoknya tuh bu dosen tau aja cewek selingkuhan pacarnya yang curhat tadi. si dosen hanya bilang "pantas di selingkuhin, dia lebih modis dan banyak duit dari kamu" dari cerita dosen gua seakan kesetiaan hanya ber kedok harta dan penampilan..
BalasHapushah! kesetiaan itu kan adanya dihati-__-
Hapustwist diakhirnya bagus banget, pas gitu :))
BalasHapusmeskipun pas gua baru baca sampe turun tangga udah ketebak duluan
hehe makasi sahil :)
Hapus